Tulisan-tulisan yang ada di dalam blog ini dibuat dengan bersusah payah. Hargailah dengan TIDAK meng-COPY/PASTE.

Senin, 29 Februari 2016

[Esai] Memahami dan Mengamalkan Pancasila

Garuda Pancasila
Catatan penyuntingan:
01 Juni 2019. Label diubah menjadi "Esai". Membetulkan kesalahan eja. Dan ada sedikit penambahan di salah satu paragraf.
____

Memahami dan Mengamalkan Pancasila
Esai oleh Jannu A. Bordineo

Kita sebagai warga negara Indonesia patut bersyukur, para pendiri bangsa mewariskan ideologi yang bisa dikatakan sempurna. Pancasila. Sebuah ideologi yang tidak terlalu ke kiri, tidak juga terlalu ke kanan. Tepat di tengah-tengah, mencakup hubungan horizontal (antarwarga negara), dan tanpa melupakan hubungan vertikal (baik antara pemimpin dengan rakyat, juga antara insan dengan Tuhannya).
lautankata.com
Namun syukur saja tidaklah cukup. Itu pun kalau kita bersyukur. Nyatanya, tindak tanduk kita dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara sama sekali tidak mencerminkan masyarakat yang memiliki Pancasila sebagai pedoman bernegara.

Hasilnya, kemerosotan di mana-mana. Degradasi moral pemuda sampai yang tua; konflik berlatar agama bermunculan silih berganti; korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela; wakil rakyat yang hanya mementingkan golongannya; hingga ketimpangan pembangunan di mana-mana.

Di mana Pancasila yang kita agung-agungkan itu? Apakah hanya berakhir menjadi kumpulan lima baris kalimat yang dihapalkan dan dilafalkan terus-menerus hingga bosan? Atau jangan-jangan banyak dari kita yang malah bertanya: apa itu Pancasila?
lautankata.com
Ya, apa itu Pancasila?

Seberapa banyak dari kita yang memahami arti pentingnya Pancasila? Dan berapa lagi yang mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari?

Karena, memahami tanpa mengamalkan, menjadikan Pancasila tak ubahnya peraturan lalu lintas: dimengerti, disepelekan dan diterabas.

Maka, camkanlah baik-baik:

Jangan mengaku beragama, mengaku memercayai Tuhan, jika tidak bisa menghargai kepercayaan orang lain, tidak bisa bertoleransi antarumat beragama.(1)
lautankata.com
Jika setiap orang Indonesia bisa menghargai kepercayaan orang lain, menjunjung tinggi toleransi, maka setiap orang baru menjadi manusia yang setengah adil dan beradab. Setengahnya lagi baru bisa didapatkan bila tidak ada lagi kebencian SARA dalam diri setiap insan, tidak lagi memandang seseorang dari sukunya atau agamanya atau rasnya atau golongannya.(2)

Jika manusia Indonesia sudah bersikap adil sehingga berperadaban tinggi, maka persatuan Indonesia akan tercapai.(3)

Persatuan yang kuat akan menciptakan masyarakat yang bijak: yang tidak susah diatur, yang tidak akan memilih orang bejat jadi pejabat, yang tidak diam atau malah membela pejabat yang bejat. Persatuan yang kuat akan menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang mau mengabdi untuk semua golongan, yang bertindak berdasarkan musyawarah: untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan galongan tertentu maupun golongan yang banyak.(4)
lautankata.com
Jika wakil rakyat memimpin dengan hikmat, maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terwujud, dari Sabang sampai Merauke. Tidak ada lagi korupsi, kolusi dan Nepotisme; tidak ada lagi ketimpangan pembangunan antara pusat dengan daerah (berakhirnya jawasentris); pelayanan kesehatan yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat; pendidikan yang layak bagi semua anak bangsa.(5)

Dan indikasi bahwa Pancasila telah hadir di dalam kehidupan rakyat Indonesia adalah terwujudnya sila kelima. Begitu pula sebaliknya.

Kenapa tandanya berasal dari sila terakhir, bukannya sila pertama?
lautankata.com
Karena, apabila keadilan sosial telah terwujud(5), maka wakil rakyat telah menjalankan amanahnya(4), sebab persatuan Indonesia telah terwujud(3), lantaran tingginya peradaban rakyat Indonesia yang selalu bersikap adil(2), sesuai dengan ajaran agama yang masing-masing yakini(1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.