Tulisan-tulisan yang ada di dalam blog ini dibuat dengan bersusah payah. Hargailah dengan TIDAK meng-COPY/PASTE.

Sabtu, 09 Januari 2010

TERDAMPAR

Tiga hari sudah kami terombang-ambil di lautan. Badanku terasa semakin lemas. Mungkin teman-temanku yang lain juga. Tiga hari yang lalu, badai yang sangat ganas menerpa jalur pelayaran kami. Kapal layar kami tak mampu bertahan dan akhirnya tenggelam. Dari dua puluh awak kapal termasuk kapten, hanya enam orang yang berhasil menyelamatkan diri dengan perahu kecil, termasuk aku. Dan sekarang, tiga hari sudah kami terombang-ambing dilautan. Tanpa kepastian yang jelas. Kami seperti menunggu kematian. Asa pun sudah hilang.
LautanKata
Aku memperhatikan burung camar yang terbang berputar-putar di atas kami. Menikmati pemandangan yang sebenarnya indah jika keadaan kami tidak seperti ini.
"Ada daratan!" Seru Bandi. Dia menunjuk ke arah utara.
Serentak kami melihat ke arah yang di tunjukkan oleh Bandi. Hanya tampak titik hitam di cakrawala. Kapten yang juga bersama kami melihat dengan teropongnya.
"Sebuah pulau!" kata kapten.
Mengetahui hal itu, semangat kami muncul kembali. Dengan sisa-sisa tenaga, kami mendayung lagi.

"Hahaha! Aku selamat!" Teriak Timi kegirangan begitu menginjakkan kaki dipantai. Dia berguling-guling di pantai berpasir putih ini. Sedangkan Abdul tak henti-hentinya bersujud syukur, begitu juga dengan Bandi dan Rusdi. Kapten memperhatikan keadaan pulau. Aku menghampirinya.
"Sebaiknya kita mencari air dan makanan sebelum mati kelaparan," usulku.
"Ya, sepertinya pulau ini cukup luas karena memiliki hutan selebat ini. Semoga saja ada banyak air tawar dan makanan," ujar kapten.
LautanKata
Di dalam hutan kami menemukan sumber air. Makanan juga mudah di jumpai. Kapten berinisiatif menjelajahi pulau setelah tenaga kami pulih. Pulau ini hanya terdiri dari hutan yang lebat dengan keaneka ragaman satwa yang kompleks. Setelah masuk jauh ke dalam hutan, kami menemui keanehan. Sebuah sayatan di batang pohon. Dari bentuk sayatan, jelas terlihat terbentuknya karena benda tajam. Saat kami istirahat kami melihat asap membubung tinggi. Kemudian terdengar suara teriakan orang.

Karena penasaran, kami menuju sumber suara. Dari semak-semak pohon yang terlindung, kami melihat suku primitif yang sedang berkumpul dalam jumlah besar. Mungkin penduduk asli pulau ini. Dari gelagatnya, ada yang aneh. Di sekitar mereka juga terdapat banyak senjata berupa tombak dengan mata tombak dari batu. Benar-benar primitif. Tiba-tiba, terdengar suara teriakan lain dari pedalaman hutan. Kapten menginstruksikan kami untuk pergi meninggalkan tempat itu.
"Cepat tinggalkan pulau ini!" perintah kapten. Dia tampak gugup.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanyaku penararan.
"Dari pengalamanku, sepertinya akan terjadi perang antar suku di pulau ini. Sebaiknya kita pergi atau mati!"
LautanKata
Langkah kami sudah layaknya orang berlari. Kami juga mengambil apa saja yang bisa kami makan. Ini untuk persediaan bahan makanan. Belum sampai di pantai, kami berpapasan dengan sekelompok suku primitif lainnya. Berjumlah dua puluh orang. Begitu melihat kami, seseorang diantaranya dengan menggunakan bahasa yang tidak kami mengerti sepertinya memberi instruksi untuk menyerang kami.
"Keluarkan pisau kalian. Lawan mereka!" Seru kapten. Dia segera mengeluarkan pisau saku yang selalu dibawanya, begitu juga aku dan yang lainnya.

Kapten menerjang mereka seperti banteng yang sedang mengamuk. Menikamkan pisaunya, kapten berhasil merubuhkan dua orang tanpa kesulitan. Dia memang ahli bela diri. Aku kesulitan menikam mereka karena mereka menggunakan tombak yang jangkauannya lebih besar. Aku mendengar teriakan Timi. Dia tertusuk tombak di paha kirinya. Karena memperhatikan Timi, aku tertusuk tombak di bahu kiriku. Sebelum ditarik, kurebut tombak itu dan ku kembalikan kepemiliknya dengan menusukkan ke jantungnya.
LautanKata
Pertarungan itu berlangsung selama satu jam. Kami menang, tapi babak belur. Timi menderita luka yang paling parah. Tusukan di paha kirinya menyebabkan pendarahan hebat. Segera luka itu kami ikat dengan sobekan kain agar menghentikan pendarahan. Dia juga terkena luka sayatan. Sedangkan yang lain hanya terkena luka sayatan ringan.

Kami sampai di pantai, tapi bukan pantai tempat kami mendarat. Kemudian kami menyusuri pesisir pantai. Keadaan Timi semakin parah. Dia kehilangan banyak darah. Kami menggunakan tandu darurat untuk membawa Timi. Setelah melewati hutan bakau, kami menemui perkampungan. Hanya ada wanita dan anak-anak yang dijaga oleh empat orang lelaki dewasa. Kami membereskan keempatnya karena menyerang kami.
LautanKata
Beruntung. Di pantai perkampungan itu ada kapal layar yang cukup besar. Tanpa buang-buang waktu kami menuju kesana. Bentuknya aneh, tapi kami tidak ambil pusing karena ini satu-satunya peluang kami untuk selamat. Toh, keadaannya juga masih baik. Sebelum berangkat, kami mengambil apa saja yang bisa dimakan yang ada di perkampungan itu dan juga air untuk perbekalan.

Sebelum gelap, kami sudah jauh meninggalkan pulau mengerikan itu. Keadaan Timi sudah membaik meski tubuhnya pucat karena kehilangan banyak darah. Benda-benda langit menuntun kami untuk pulang.

Cerpen oleh Jannu A. Bordineo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.