Tulisan-tulisan yang ada di dalam blog ini dibuat dengan bersusah payah. Hargailah dengan TIDAK meng-COPY/PASTE.

Senin, 04 Januari 2010

PENASARAN

Di desaku, ada pemakaman umum yang sudah tua. Mungkin setua umur desaku. Pemakaman itu di belah oleh jalan desa. Bila malam, keadaannya sangat gelap dengan kesunyian yang mencekam. Dan menurut cerita, pemakaman itu adalah tempat paling angker di desa. Untuk melintasinya pada malam hari, aku berani saja jika ada temannya. Tapi, kalau sendirian, jujur saja, aku masih belum berani. Terlalu mencekam.
LautanKata
Di antara anak sebaya denganku, hanya Adul yang berani melintasi pemakaman pada malam hari. Mungkin itu karena rumahnya yang terpencil, membuatnya berani dengan sendirinya.
Aku penasaran, seberapa beranikah dia. Untuk itu aku berencana untuk menakut-nakuti Adul. Aku mengajak Parmin, tak mungkin aku sendirian.

"Apa kau yakin, To?" Tanya Parmin.
"Tentu. Tiap malam minggu, Adul selalu nongkrong di warungnya Mbok Jum."
"Ooo...., begitu!"
"Kuper lo! Makanya, sekali-kali ngumpul di warung, dong!"

Adul memang suka menghabiskan malam minggu dengan nongkrong di warungnya Mbok Jum sambil bermain catur. Dan jam sembilan malam biasanya dia pulang. Aku dan Parmin sudah di pemakaman sejak jam 9. Kami sembunyi di balik makam Mbah Sukin yang cukup terlindungi dari jalan.

Seperempat jam sudah aku dan Parmin menunggu. Keadaan pemakaman semakin gelap saja. Bahkan aku tak mampu melihat wajah Parmin tanpa menggunakan senter. Lagi pula kami memakai baju serba hitam agar semakin tak terlihat.
LautanKata
Aku melihat ke arah jalan. Seketika itu juga aku tersentak kaget. Jantungku serasa mau copot. Bulu kudukku tegak berdiri.
"Ada apa, To?" Tanya Parmin dengan panik.
"Iii....ii...itu." Dengan gemetar aku menunjuk ke jalan.

Seketika, Parmin juga menunjukkan tingkah yang sama denganku. Sama-sama ketakutan. Kami melihat putih-putih di jalan. Dan tidak menapak tanah. Semakin lama semakin dekat dan...

Sialan!! Ternyata itu Adul. Dia mengenakan sarung yang dikerudungkan di kepalanya sehingga terkesan tidak menapak di tanah. Dan sarungnya berwarna putih.

Setelah melintasi tempat persembunyian kami, segera saja aku dan Parmin mengendap-endap mendekatinya dan saat sudah dekat, aku memegang bahunya. Tak ada kesan kaget atau takut pada Adul. Hanya saja dia berhenti.
"Jangan ganggu aku Mbah! Aku juga nggak ganggu Mbah!" Kata Adul.
Dari suaranya Adul, tidak ada ketakutan sama sekali, bahkan sebaliknya, sangat tenang sekali. Aku tetap memegang bahunya. Adul membalikkan badan. Dia sama sekali tidak kaget melihat dua sosok hitam di hadapannya. Aku menyalakan senter.
"Oh! Itu Anto dan Parmin, toh! Ku kira arwahnya Mbah Sukin," kata Adul dengan santainya. "Kalian pasti mau menakut-nakuti aku, kan?"
"Ya, tapi sepertinya tidak berhasil."
LautanKata
Setelah menjelaskan kepada Adul kalau aku dan Parmin penasaran seberapa berani dirinya, Adul melanjutkan perjalanan pulang. Aku dan Parmin juga langsung pulang. Tak mau lama-lama di tempat angker ini.
Tepat sebelum meninggalkan area pemakaman, kami mendengar suara aneh memanggil kami, mengajak bermain.
"Ojo balik sik, le! Dolanan neng kene ndisik."(Jangan pulang dulu, nak. Bermain di sini dulu.)
Aku dan Parmin langsung mengambil langkah seribu. Lari terbirit-birit. Tapi, belum jauh kami berlari, kami mendengar suara tawa Adul yang lumayan keras. Rupanya dia tidak langsung pulang, tapi membuntuti kami sampai batas pemakaman untuk menakuti kami.
Sialan, makiku dalam hati. Maksud hati ingin menakut-nakuti, tapi malah ditakut-takuti.

Cerpen oleh Jannu A. Bordineo

1 komentar:

Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.