Tulisan-tulisan yang ada di dalam blog ini dibuat dengan bersusah payah. Hargailah dengan TIDAK meng-COPY/PASTE.

Kamis, 12 November 2020

[Kepenulisan] Lelembut

Gambar ini (juga gambar-gambar dalam tulisan ini) hanyalah pemanis karya ilustrator termasyhur dari Inggris, Arthur Rackham. Tentu saja, lelembut dalam cerita Gapura Doyong memakai pakaian ala orang-orang Nusantara zaman bahela—berkemban dan atau berdodot saja—sesuai dengan tempat berkembangnya mitologi mengenainya yang menjadi rujukan anganku.

Lelembut

Oleh Jannu A. Bordineo

Secara umum, penyebutan makhluk halus biasanya merujuk pada jenis mereka. Banyak sumber yang menyebutkan, memang dari merekalah sebutan makhluk halus itu berasal. Tak mengherankan. Sebab bentukan luar mereka memanglah halus lagi rupawan. Jauh lebih rupawan daripada manusia. Cetusan yang jamak terdengar mengenai rupa mereka adalah: sejelek-jeleknya lelembut, masih lebih cantik daripada manusia paling cantik. lautankata.com

Kerupawanan lelembut memanglah istimewa, sebab itulah bentuk asli mereka. Mudah saja bagi manusia untuk terpikat olehnya. Namun, untuk sesaat saja. Di samping hasrat, orang waras mana saja pasti akan terusik juga waspadanya lantaran hawa keberadaan mereka, selayaknya makhluk halus, terasa berbeda dengan manusia. Keindahan rupa mereka ibarat keindahaan binatang pemangsa. Seperti harimau saja, yang lorengnya begitu mencolok di antara hijaunya hutan, sekaligus membekukan ketika benar-benar berhadapan dengannya di hutan. Sementara bagi orang-orang yang sesat, hawa keberadaan yang terasa lain itu, yang seharusnya diterima naluri sebagai pertanda bahaya, malah diabaikan. Yang terparah, tidak lagi dirasa beda. Itulah orang-orang yang bersinggungan dengan lelembut dalam rangka menjual diri atau memuaskan diri.

Seperti halnya makhluk halus lainnya, lelembut juga diberkahi kemampuan untuk mengubah bentuk mereka, atau dalam kata lain; menjadi siluman. Akan tetapi, mereka jarang—jika tidak dikata tidak pernah—menjelma menjadi makhluk lain yang lebih rendah dari mereka. Mereka malah lebih sering menyaru sebagai manusia. Tentu bukan perkara sulit bagi mereka menjelma menjadi makhluk yang secara bentuk tidak memiliki perbedaan yang berarti dengan mereka. Satu-satunya yang tidak berubah, yang sekaligus menjadi ciri manusia siluman hasil jelmaan lelembut, adalah ketiadaan oreng di muka mereka. lautankata.com

Walau bukan termasuk perubahaan bentuk, terkadang dalam keadaan yang tidak umum, permukaan kulit mereka akan menampakkan corak tertentu—terkadang disertai pula dengan perubahan warna manik mata.

Sebagai makhluk halus yang memiliki akal budi, lelembut mampu membangunkan peradaban tak ubahnya manusia. Rentang hidup mereka yang tiada berbatas, sebagaimana makhluk halus, membuat mereka yang berilmu menjadi sangat mumpuni. Oleh sebab itu, lelembut yang telah melenceng hingga menjadi demit sungguh merupakan lawan yang merepotkan bagi para pawang.

Kendati demikian, sangat jarang lelembut bentrok dengan manusia. Tidak seperti makhluk halus lain macam genderuwo yang terkenal usil, lelembut cenderung menghindari berurusan dengan manusia—kecuali lelembut bau kencur berumur seratus-dua ratus tahun yang sering mengamati dan mengikuti manusia dari kejauhan karena penasaran. Mereka bahkan berkampung di tempat-tempat yang paling sulit dijangkau oleh manusia yang melintas, juga menghindari pemukiman manusia ketika melintas. Namun, usaha mereka kadang kala tidak berarti karena kemunculan gapura doyong yang acak sama sekali tidak memedulikan tempat. lautankata.com

Persinggungan antara manusia dengan lelembut yang paling umum terjadi biasanya dalam bentuk pengujian, dalam hal baik maupun buruk. Cerita paling terkenal soal ini adalah orang yang menjual rimpang kunyit yang lantas berubah menjadi emas. Dikisahkan pada suatu ketika, ada seseorang yang tampak begitu memelas mencoba menjual sejumput rimpang kunyit kepada siapa saja, dengan harga berapa saja. Orang yang merelakan uangnya untuk membeli kunyit tersebut tentulah berniat menolong, alih-alih membutuhkan rempah tersebut. Setelah pembelian tuntas dan si penjual berlalu pergi, si pembeli terkejut lantaran sejumput rimpang kunyit yang dia beli berubah menjadi bongkahan emas. Si penjual tidak lain adalah lelembut yang menyaru sebagai manusia.

Di berbagai tempat selalu saja ada manusia dan lelembut yang menjalin hubungan. Hubungan yang dimaksud di sini bukanlah hubungan tuan-hamba yang bisa ditemui di kalangan pawang, atau orang yang menjual diri pada lelembut; bukan pula kenalan atau rekanan dalam suatu urusan. Hubungan yang dimaksud di sini adalah hubungan percintaan. Memperalat lelembut saja sudah tidak dapat dibenarkan, apalagi sampai berkasih-kasihan dengan mereka. Kalaupun ada yang nekat, hanya akan menghasilkan tentangan dari sisi sini dan sisi sana. Orang yang menjalin hubungan cinta dengan lelembut akan dikucilkan oleh masyarakat, terusir dari kampungnya. Demikian pula lelembut yang menjalin cinta dengan manusia, akan dikucilkan oleh kaumnya.

Pandangan para pawang terhadap pasangan beda jenis beda alam ini beragam. Namun umumnya, mereka tidak mempermasalahkan keberadaan pasangan ini selama tidak menimbulkan gangguan bagi masyarakat. Toh, di kalangan pawang sendiri ada juga yang berurusan dengan lelembut, mulai dari memperalat lelembut sampai yang jauh melampaui batas dengan memperbudak lelembut. lautankata.com

Pasangan manusia-lelembut ini biasanya akan tinggal memencil jauh di kedalaman hutan, di lembah-lembah terdalam, di gunung-gunung, di tempat-tempat yang paling sulit dijangkau orang kebanyakan. Mereka akan bersama setidaknya sampai pasangan manusianya pergi, entah karena ajal menjemput entah karena sebab lain, yang lantas meninggalkan pasangan lelembutnya sendiri dalam kesedihan ataupun kemurkaan.

Pasangan ini tidak pernah bisa menghasilkan keturunan. Tidak ada ceritanya Sang Hyang menciptakan makhluk setengah-setengah. Setiap makhluk diciptakan sempurna menurut jenisnya, mengikuti sifat dasarnya. Dilihat dari hal itu saja sudah dapat disimpulkan dengan pikiran paling bodoh sekalipun, bahwa pasangan manusia-lelembut mustahil menghasilkan keturunan. Oleh sebab itu, banyak yang beranggapan, cobaan terberat bagi pasangan beda jenis beda alam ini bukanlah saat masih bersama, melainkan saat telah berpisah. Setidaknya dari sisi lelembutnya. lautankata.com

Dikungkung kesedihan tanpa adanya buah hati yang bisa membantu melipurkan duka lara, tidak sedikit lelembut yang lantas meredup keberadaannya digerogoti sepi setelah ditinggal mati—mati secara wajar—oleh pasangan manusianya. Perlahan-lahan mereka memudar hingga akhirnya sirna. Menghilang dari semesta. Dalam kata lain: mati. Jika manusianya mati tidak wajar—mati dibunuh misalnya—maka, yang terjadi pada pasangan lelembutnya kurang lebih sama seperti bila si lelembut ditinggal lari pasangan manusianya.

Kesepian pulalah yang bisa membuat manusia sampai hati mengkhianati pasangan lelembutnya. Harus menjalani hidup dalam keterasingan di tengah-tengah antah-berantah yang jauh dari mana saja, jauh dari siapa saja, kerinduan berkengkerama dengan sesama manusia bisa menjadi cobaan hebat yang tak tertahankan, terutama bagi mereka-mereka yang tidak benar-benar bulat tekadnya. Adalah mereka yang hanya mencintai bagusnya rupa saja yang tidak bisa bersetia pada sikap sampai akhir hayat.

Perpisahan yang buruk ini menghasilkan dampak yang buruk pula.

Pengkhianatan pasangan manusianya yang menorehkan luka, luka yang menjadi bahan bakar murka, murka yang mampu mengubah si lelembut menjadi sosok demit yang sangat berbahaya. lautankata.com

Sebenarnya, lelembut yang menjadi demit kebanyakan memang ada hubungannya dengan manusia. Dengan demikian, tentangan terhadap hubungan antara manusia dengan lelembut tidak pernah surut dari zaman ke zaman. Lebih-lebih lagi, lelembut yang menjadi demit karena ulah manusia selalu menyasar manusia tanpa pandang bulu.

Betapa pun miripnya lelembut dengan manusia—sampai-sampai ada yang menjuluki "manusianya dunia sana", perlu diingat bahwa ada satu perbedaan yang sangat mendasar dengan manusia yang merupakan makhluk kasar. Perbedaan yang paling mendasar itu terletak pada sifat dasarnya. Makhluk halus, termasuk lelembut di dalamnya, sifat dasarnya adalah keberadaan. Karena ada, mereka bisa mewujud. Inilah yang perlu dicamkan baik-baik oleh siapa saja yang hendak menjalin hubungan—hubungan macam apa pun—dengan lelembut.



*Ditulis berdasarkan salah satu konsep ceritaku yang berjudul (sementara) Gapura Doyong. Dalam cerita ini, pawang adalah sebutan (sementara) bagi orang-orang yang ahli dalam perkara gaib yang mampu secara sadar melintasi dua dunia. Demit = monster. Hyang = tuhan.

**Ditulis dalam rangka ikut serta dalam sayembara #LCDP_Bestiary

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.