Tulisan-tulisan yang ada di dalam blog ini dibuat dengan bersusah payah. Hargailah dengan TIDAK meng-COPY/PASTE.

Jumat, 17 Juni 2011

OPINI: MENYEGARKAN MAPEL BAHASA INDONESIA UNTUK MEMBANGKITKAN MINAT MEMBACA DAN MENULIS ANAK DIDIK

Mata pelajaran (mapel) Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah utamanya untuk mengajarkan anak didik agar dapat mengapresiasikan karya sastra. Baik itu puisi, prosa maupun yang mengandung fakta seperti karya ilmiah. Semua kompetensi dalam mapel Bahasa Indonesia ditujukan untuk itu. Sehingga secara tidak langsung mematikan kreatifitas anak didik dalam dunia kepenulisan. Sedangkan kemampuan mengapresiasikan karya sastra juga tidak didapat. Hal ini menunjukan ketidak efisiennya model pembelajaran pada mapel Bahasa Indonesia.
LautanKata
Sebagai referensi saya adalah pengalaman (ilmu) dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang saya dapat dari sekolah. Selama saya sekolah hingga tamat SMK, saya merasakan, mapel Bahasa Indonesia sudah tergerus kualitas dan fungsinya ke level yang cukup menyedihkan.

Apa yang tidak sesuai? Siapa yang harus disalahkan?

Tidak ada. Tidak ada yang benar-benar bisa disalahkan (jika mengabaikan kualitas pendidik). Yang dapat saya simpulkan, bahan-bahan yang di ajarkan dalam mapel Bahasa Indonesia terlalu kuno. Isinya hanya itu-itu saja. Hampir tidak ada perubahan di jenjang pendidikan yang berbeda.
LautanKata
Menurut hemat saya, kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia haruslah memuat lebih banyak praktek menulisnya. Misal, tugasnya lebih banyak (atau hanya) membuat cerpen, puisi atau karya lainnya yang sifatnya bisa menghibur sekaligus melatih kemampuan menulis. Ini bisa di terapkan pada jenjang SD sambil diajarkan juga untuk menyampaikan karyanya di depan kelas sehingga bisa diapresiasikan teman-temannya. Sedangkan untuk karya sastra yang lebih berbobot dan mengandung fakta bisa mulai diajarkan di jenjang SMP kemudian SMA/SMK.

Dan untuk masalah tata bahasa, gaya bahasa dan EYD, dapat diajarkan sebagai sebuah koreksi dari guru kepada tulisan muridnya. Sehingga bisa di bilang sebagai selingan. Jadi tidak perlu mengajarkan tentang majas atau sebagainya hanya sebagai teori semata yang hanya 'lewat kuping kanan keluar kuping kiri' (baca: tidak efektif).
LautanKata
Jika metode ini benar-benar diterapkan di jenjang S3 (SD, SMP, SMA/SMK), maka kemungkinan anak didik gemar menulis maupun membaca akan lebih besar. Karena, mereka sudah 'terbiasa' menulis karya tulis dan atau mengapresiasikan karya milik temannya. Dan saya akan benar-benar senang jika banyak yang memiliki kegemaran seperti saya.

Akhir kata, tetaplah semangat dalam menulis dan membaca.

Oleh Jannu A. Bordineo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.